Wednesday, July 23, 2014
makasih dan maaf
Dengan namamu tuhan
kucoba baca caramu mulai hidupku
Dari tiada jadi ada
Dulu aku hanyalah bayi berlumur darah
Sebelumnya hanya
tanah
tanpa takdirmu tentu tiada guna
tanpa kasihmu tentu tiada bahagia
tiada kata yang pantas terucap
selain makasih dan maaf
diri ini penuh daki
kucoba baca caramu mulai hidupku
Dari tiada jadi ada
Dulu aku hanyalah bayi berlumur darah
Sebelumnya hanya
tanah
tanpa takdirmu tentu tiada guna
tanpa kasihmu tentu tiada bahagia
tiada kata yang pantas terucap
selain makasih dan maaf
diri ini penuh daki
Labels: Puisi
DUA MATA
DUA MATA
Dua mata ini
Dua mata ini siapa yang memberi
Dengan mata ini dapat kunikmatii pelangi kunikmati puisi kunikmati televisi kunikmati sms putra-putri kunikmati paras isteri kunikmati ayat-ayat suci kunikmati ayat-ayat Ilahi
Dua mata ini
Siapa yang memberi
Muria, 25 Mei 2013
Dua mata ini
Dua mata ini siapa yang memberi
Dengan mata ini dapat kunikmatii pelangi kunikmati puisi kunikmati televisi kunikmati sms putra-putri kunikmati paras isteri kunikmati ayat-ayat suci kunikmati ayat-ayat Ilahi
Dua mata ini
Siapa yang memberi
Muria, 25 Mei 2013
Labels: Puisi
Ya Sin
Ya Sin
Kaulah utusan Tuhan
Untuk mengingatkan kami
Yang tuli
Bagaimana kau menasehati telinga
Yang buntu oleh bisik mesra musik
Dunia ini
Kaulah nabi
Untuk memberi petunjuk kepada kami
Yang buta
Bagaimana kau tunjukkan pada mata
Yang silau oleh pangkat
Palsu belaka
Kaulah rasul
Untuk mengajak kami
Yang mati
Bagaimana kau membimbing hati
Yang mengeras oleh emas
Perhiasan anak isteri
Tiada kata yang pantas kutulis
Selain terima kasih
Telah kau ingatkan kami
Yang mati hati
Kaulah utusan Tuhan
Untuk mengingatkan kami
Yang tuli
Bagaimana kau menasehati telinga
Yang buntu oleh bisik mesra musik
Dunia ini
Kaulah nabi
Untuk memberi petunjuk kepada kami
Yang buta
Bagaimana kau tunjukkan pada mata
Yang silau oleh pangkat
Palsu belaka
Kaulah rasul
Untuk mengajak kami
Yang mati
Bagaimana kau membimbing hati
Yang mengeras oleh emas
Perhiasan anak isteri
Tiada kata yang pantas kutulis
Selain terima kasih
Telah kau ingatkan kami
Yang mati hati
Labels: Puisi
Selaksa Shalawat
Selaksa Shalawat
Kuingin ikut-ikutan haturkan selaksa salam serta sejuta shalawat untukmu sang utusan Tuhan mulai malam ini hingga akhir zaman
Kuingin iringi setiap tarikan nafas ini dengan salam serta shalawat untuk nabi Muhammad mulai detik ini hingga hari kiamat
Semoga sampai mati aku bisa cinta nabi dengan sepenuh hati beserta semua anggota badan luar dan dalam bukan dengan cinta monyet apalagi cinlok
Pekalongan, 9 Juni 2013
Kuingin ikut-ikutan haturkan selaksa salam serta sejuta shalawat untukmu sang utusan Tuhan mulai malam ini hingga akhir zaman
Kuingin iringi setiap tarikan nafas ini dengan salam serta shalawat untuk nabi Muhammad mulai detik ini hingga hari kiamat
Semoga sampai mati aku bisa cinta nabi dengan sepenuh hati beserta semua anggota badan luar dan dalam bukan dengan cinta monyet apalagi cinlok
Pekalongan, 9 Juni 2013
Labels: Puisi
Kau Panggil Aku
Kudengar adzan
Tapi kuselesaikan sekalian pekerjaan
Pekerjaan ini dan itu yang tak kunjung selesai
Kudengar adzan
Tapi kulanjutkan obrolan
Obrolan mengalir ngalor-ngidul tak berujung
Kudengar adzan
Tapi kuperpanjang lagi tidur panjang
Apalagi saat liburan
Kudengar adzan
Tapi kutunggu iklan menjeda siaran tv
TV yang ini sedang iklan
TV yang lain mungkin punya siaran yang lebih asyik
Kudengar adzan
Satu jam kemudian
Aku belum beranjak
Dua jam kemudian
Aku masih sibuk
Tiga jam kemudian
Aku menghadapmu
Dalam sholat aku berbusik
Ya Allah, Maaf aku sedang sibuk.
Mohon dimaklumi ya Allah
Bugel, 25 Mei 2013
Tapi kuselesaikan sekalian pekerjaan
Pekerjaan ini dan itu yang tak kunjung selesai
Kudengar adzan
Tapi kulanjutkan obrolan
Obrolan mengalir ngalor-ngidul tak berujung
Kudengar adzan
Tapi kuperpanjang lagi tidur panjang
Apalagi saat liburan
Kudengar adzan
Tapi kutunggu iklan menjeda siaran tv
TV yang ini sedang iklan
TV yang lain mungkin punya siaran yang lebih asyik
Kudengar adzan
Satu jam kemudian
Aku belum beranjak
Dua jam kemudian
Aku masih sibuk
Tiga jam kemudian
Aku menghadapmu
Dalam sholat aku berbusik
Ya Allah, Maaf aku sedang sibuk.
Mohon dimaklumi ya Allah
Bugel, 25 Mei 2013
Labels: Puisi
Di balik baju takwamu
Di balik baju takwamu
Terlihat samar tapi jelas terbaca
Partai ini pilihanku
Tapi aku ragu
Maukah kau ikut pemilu
Di balik baju takwamu
Jelas terbaca meski samar
Gambar partai itu ganggu takbirku
Allahu Akbar
Sudikah kau kalau tak dibayar
Di balik baju takwamu
Slogan politik mengusik hati
Buyarkan konsentrasi menghadap Ilahi
Mungkin tidak jadi begini kalau
Aku jama'ah di baris pertama
Mungkin tidak jadi begini kalau
kepala selalu menunduk
Menuju sujud
Di balik baju takwamu
Kaos partai itu
Membuatku makin benci partai
Politik
Terlihat samar tapi jelas terbaca
Partai ini pilihanku
Tapi aku ragu
Maukah kau ikut pemilu
Di balik baju takwamu
Jelas terbaca meski samar
Gambar partai itu ganggu takbirku
Allahu Akbar
Sudikah kau kalau tak dibayar
Di balik baju takwamu
Slogan politik mengusik hati
Buyarkan konsentrasi menghadap Ilahi
Mungkin tidak jadi begini kalau
Aku jama'ah di baris pertama
Mungkin tidak jadi begini kalau
kepala selalu menunduk
Menuju sujud
Di balik baju takwamu
Kaos partai itu
Membuatku makin benci partai
Politik
Labels: Puisi
Peri Penjaga Goa Rahasia
Peri
Penjaga Goa Rahasia
Cerpen Anak karya
Faiq Aminuddin
Namaku
Siti Mariam. Aku kelas enam. Adikku kelas tiga. Namanya Zulaiha. Dia
memang pintar tapi terlalu suka komentar. Uang sakuku selalu habis
untuk jajan. Maka dia komentar, “Uang saku Kakak lebih banyak tapi
kok tidak pernah mengisi kaleng tabungan.” Aku minta dibelikan tas
yang warna biru. Maka dia komentar, “Tas Kakak yang lama kan masih
bagus kok minta tas baru.” Suaraku agak serak. Maka dia komentar,
“Makanya jangan terlalu banyak maka bakwan, Kak.” Aku melempar
tas sepulang sekolah. Maka dia komentar, “Kak, tasnya masuk
keranjang sampah.” Karena dia cerewet sekali, maka aku tidak
peduli.
Pagi
ini dia mengganggu mimpiku lagi. “Kak, sudah pagi. Kak, cepetan
mandi! Kak, pelajarannya apa hari ini? Kak, Ibu dan Bapak sudah
pergi. Sarapan kita di dalam lemari. Katanya kalau mau tambah lauk,
kita disuruh beli sendiri. Kak, cepetan mandi! Tas Kakak sudah kuisi
buku pelajaran hari ini. Kak, tas baru kok lubang begini? Kak, Aku
pergi beli krupuk chiki. Kak, cepetan mandi!!!
Aku
bangkit karena ingin menyumpal mulutnya dengan bantal. Adik kabur.
Aku pergi ke sumur. Selesai mandi dan ganti pakaian, aku ke meja
makan. Adik datang membawa krupuk chiki kesukaaanya. Aku tahu Adik
lebih suka hadiahnya dari pada makan krupuknya. “Lho, kok aku
tidak dibelikan bakwan?” tanyaku menyelidik.
“Kakak
tadi tidak bilang, sih,” bantah adik.
“Ayo
belikan bakwan dulu,” perintahku dengan nada menghardik.
“Uangnya
mana?” Adik bertanya lagi.
“Pakai
uangmu dulu. Nanti aku ganti.”
“Awas
kalau Kakak bohong lagi.”
Adikku
memang sangat cerewet tapi juga sangat penurut. Apalagi kalau
diperintah oleh kakaknya yang sangat sangar ini. Walaupun cewek, aku
tidak suka mewek. Aku mau jadi perempuan yang perkasa. Makanya
aku minta dibelikan tas baru yang berwarna biru. Aku tidak suka lagi
tas lamaku yang berwarna pink. Menurutku warna pink itu miring dan
warna biru itu kuat seperti batu. Menurut Adik, biru itu indah
seperti langit. Adik masih memakai tas lamanya waktu sekolah TK
Pertiwi. Warna birunya sudah memutih di sana-sini.
Adikku
memang cerewet sekali tapi sangat baik hati. Dia rela membongkar
kaleng tabungannya. Uangnya diserahkan pada ibu semua.
“Untuk
belikan Kakak tas,” katanya. Ibu tidak mau, tapi dia memaksa.
“Aku
tidak mau Kakak ngamuk seperti orang gila.” Aku sangat malu tapi
juga sangat senang karena akan dibelikan tas baru. Akhirnya aku punya
tas baru yang berwarna biru. Oh sungguh senang hatiku.
Adik
datang dengan membawa bakwan teri.
“Mana
krupukku?” tanya adik sambil menjungkir bungkus krupuk di atas
piring nasi. Tidak ada krupuk yang jatuh ke atas nasi. Semua sudah
kumakan tadi. Untung masih ada hadiah stiker gambar ibu peri. Adik
lebih suka hadiahnya dari pada makan krupuk chiki. Maka kubagi bakwan
kesukaanku untuk sarapan nasi pecel bersama adikku yang cerewet ini.
“Kak,
bakwan amis begini kok Kakak suka?” tanya adik sambil mencium
bakwan teri.
Aku
ingin membentaknya tapi tidak jadi. Aku teringat bahwa kemarin, waktu
istirahat, aku jajan seplastik es dan bawan teri banyak sekali.
Ketika waktu istirahat habis, bakwan teriku belum habis. Maka aku
bawa ke dalam kelas. Karena takut ketahuan Pak Wali Kelas maka aku
masukkan ke dalam tas.
“Baunya
amis tapi kok rasanya enak ya, Kak?” Tanya Adik membuyarkan
lamunanku.
“Kamu
mau lagi? Aku masih punya,” jawabku.
Adik
melongok ke piringku yang sudah kosong. “Bohong!”
“Di
dalam tas. Kemarin aku beli dua belas,” jawabku dengan suara keras.
Adik
segera berlari ke dalam kamar. Tidak lama kemudian membuka tasku
dengan kasar. “Mana? Tidak ada....” tanya adik sambil berlari
kembali ke dalam kamar.
Aku
jungkir tas di atas meja makan. Buku pelajaran berjatuhan bersama
remah-remah bakwan. Tidak ada bakwan.
“Tidak
ada, Kak.” teriak adik dari dalam kamar.
Tidak
ada?! Siapa pencurinya? Siapa lagi kalau bukan dia, adik paling usil
sedunia. Setiap pagi dia membongkar tasku seenaknya. Siapa lagi
pencurinya kalau bukan dia, Si Zulaiha.
“Pasti
kamu yang mencuri!” Hardikku sambil menunjuk hidung adik.
Kepala
adik digeleng-gelengkan. “Aku kan tidak suka bakwan.”
Aku
periksa semua bagian tas, dari bawah hingga atas. Dari depan, tengah,
dan belakang hingga tuntas. Masih tercium bau amis yang khas. Bau itu
berasal dari belakang tas. Aku rogohkan tanganku ke dalam tas. Kuraba
pojok kanan, tidak ada bakwan. Kuraba pojok kiri, malah kulihat
jariku sendiri. Jari tanganku menyembul keluar dari dalam tas yang
baru umur sehari.
“Kau
apakan tasku? Mengapa bisa berlubang seperti ini?” Aku berteriak.
Adik mendongak. Tas aku lempar. Adik tersenyum lebar.
“Aku
tahu yang mengambil bakwan.”
“Siapa?”
Tanyaku penasaran.
“Tikus!”
Jawab adik dengan nada yang meyakinkan.
Aku
perhatikan lubang itu dengan serius. Sepertinya memang bekas gigitan
tikus. Aku ingin tikus itu segera mampus. Gara-gara tikus sialan itu,
tasku jadi tidak bagus. Semangat sekolahku tiba-tiba pupus.
“Kamu
berangkat sendiri saja. Aku tidak sekolah.”
“Wah
Kakak payah!” Adik membantah. “Gara-gara tas berlubang saja,
tidak sekolah? Sini biar Adik sulap jadi lebih indah.”
Adik
menambal lubang itu dengan stiker-skiter koleksinya. Gambar-gambar
ibu peri itu seakan sedang menjaga goa rahasia. Adik mengajakku
segera mengayuh sepeda.
“Ayo,
Kak... Kayuh yang kuat. Cepat! Lebih Cepat! Kakakku memang hebat.
Ayo, Kak... Kayuh lebih kuat. Aku tidak mau terlambat!”
Adikku
memang sangat cerewet tapi ternyata sangat baik hati. Sungguh, aku
malu sekali. Sambil mengayuh sepeda aku bejanji dalam hati; nanti
siang akan kusimpan tas ini di dalam lemari. Nanti malam akan kuganti
isinya dengan pelajaran besok pagi. Besok, aku akan bangun sebelum
ayam berkokok, segera mandi dan menyiapkan sarapan bersama adikku
yang sangat baik hati. Biarlah bapak dan ibu berangkat kerja
pagi-pagi. Aku harus bisa mandiri mengurus adik dan diri sendiri.[]
Labels: Cerita Anak