Saturday, December 27, 2003
Pewarna Ajaib
sebuah cerita anak oleh Faiq Aminuddin
Bel tanda pulang berbunyi. Sesaat kemudian kami berdoa bersama. Pak guru mengucapkan salam. Kami menjawabnya lalu segera berlari keluar kelas. Aku senang waktu pulang sekolah. Jam-jam pelajaran sangat membosankan. Sebelum pulang aku dan Ani bicara sebentar. Nanti siang kami mau menggambar bersama. Tempatnya di rumahku.
Aku segera pulang. Berlari menuju rumah. Rumahku agak jauh dari sekolah. Aku lapar sekali. Aku ingin segera sampai di rumah. Aku ingin segera makan siang. Samapi di rumah nafasku ngos-ngosan. Aku heran. ‘Kok sepi ?’ tanyaku dalam hati. Aku berteriak memanggil ibu. Tidak ada sahutan. Kutengok ke dalam kamar. Tidak ada. Kupanggil lagi dengan suara keras. Tidak ada jawaban. aku berlari ke dapur. Dapur kosong. Hanya ada si Belang. Aku jongkok dan bertanya pada kucing itu ‘Ibu dan adik kemana ?’ si Belang hanya menggosok-gosokkan tubuhnya ke tanganku. Dia hanya bilang Meong..meong…
Aku kembali ke ruang tengah. Aku ingin minum. Ya, aku haus sekali karena tadi berlari-lari padahal sinar matahari panas sekali. Ketika mau menuang air ke gelas aku melihat selembar kertas. Oh ini tulisan ibu. ‘Untuk Siti. Siti sayang… maaf Ibu dan Adik pergi menjemput bapak. Sekalian belanja. Makan siangmu di Almari. Jangan lupa beri makan kucingmu.’ begitu bunyi tulisan di kertas buram itu. Ya lima hari yang lalu kami menerima surat dari Bapak. Sudah lima bulan Bapak meninggalkan kami di desa. Bapak kerja di Jakarta. Dalam suratnya Bapak bilang hari ini akan pulang. Mungkin sore nanti Bapak sampai di terminal kecamatan. Desa kami tidak begitu jauh dari kecamatan. Tidak ada angkutan dari desaku ke kecamatan. Biasanya orang-orang jalan kaki lewat sawah lalu menyeberang sungai. Ya… paling lama satu jam sudah sampai.
Betapa senangnya hatiku karena sebentar lagi bapak datang. Dulu waktu bapak berangkat aku sudah pesan sama bapak. ‘Besok kalau Bapak pulang jangan lupa beli oleh-oleh.’ begitu kataku saat itu. Aku minta dibelikan boneka, tas, sepatu, buku gambar dan pensil warna. Mudah-mudahan bapak tidak lupa. Ya, nanti sore bapak datang dengan membawa tas besar. Aku akan segera membukanya. Aku ingin segera menimang boneka baru yang lucu. Besok aku akan berangkat sekolah dengan sepatu dan tas baru. Dan siangnya aku bisa menggambar bersama Ani dengan pensil warna. Aduh…betapa senangnya hati ini.
“Siti…” suara itu mengejutkanku. Oh Ani sudah datang. Aku terlalu gembira sampai lupa makan siang. Ani kupersilahkan masuk. Ani kutinggal sebentar. Aku mau makan dulu.Ketika sedang makan Ani memanggilku. Dia mau pinjam peraut pensil. Aku segera berlari. Kuambilakan peraut pensil dari tas, kuberikan pada Ani lalu kembali. Aku mau meneruskan makan. ‘Eh… kemana ikanku ?’ tanyaku dalam hati. Ikan yang tadi kubuat lauk sekarang tidak ada. Di piring hanya tinggal nasi putih.
Oo.. aku tahu sekarang. Ikanku diambil si Belang. Lihat itu si Belang sedang makan ikan di bawah meja. Oh ya aku tadi lupa tidak memberinya makan. Ya sudah. Kuambil krupuk dan kulanjutkan makan. Setelah makan aku menggambar bersama Ani. Ani menggambar bunga mawar. Aku menggambar si Belang sedang makan ikan. Aku bilang nanti sore bapakku akan pulang dari jakarta. ‘Aku akan dibelikan pensil warna. Besok kita warnai gambar ini. Ok ?!’ Ani menjawab ‘Baiklah. tapi besok menggambarnya di rumahku kan ?!’
Ketika hari hampir malam bapak datang. Adik digendong bapak. Ibu meneteng tas. Ternyata bapak tidak membaw tas yang besar. Aku segera menyambutnya. Aku jabat tangan bapak lalu kucium. Bapak mengusap-ngusap rambutku dan mencubit pipiku. ‘Tambah manis saja anak bapak ini.’ Aku tersenyum.
Setelah masuk rumah aku segera bertanya ‘Mana oleh-olehnya ?’ Bapak diam saja. Aku segera membuka tas yang tadi di bawa ibu. Tidak ada boneka, tidak ada tas, tidak ada sepatu, tidak ada pensil warna…. Aku sebel sekali. ‘Mana pesananku ?’ Bapak tidak menjawab. ‘Bapak jahat. Mengapa bapak lupa ? Siti kan pesan sepatu. tas, pensil warna, boneka dan buku gambar…. hua huaa… Bapak nakal’ Aku menangis. Bapak mengangkat tubuhku lalu didudukkan di atas kursi. Bapak mengambil sebuah bungkusan kecil dari dalam tas.
‘Bapak tidak bisa membelikan semua pesananmu. Bapak hanya bisa membelikan ini. Inipun bukan barang baru. Bapak membelinya di pasar loak. Semoga ini bisa menyenangkan hatimu.’ Bapak menyodorkan bungkusan itu kepadaku. Aku tidak tahu apa isinya. Kuterima bungkusan kecil itu. ‘Pasar loak itu pasar apa ?’ tanyaku. Kata Bapak pasar loak adalah pasar yang menjual barang-barang bekas.
Ketika Bapak mandi aku bertanya pada ibu ‘Mengapa bapak tidak membelikanku sepatu, tas, pensil warna, boneka, dan buku gambar ?’ Menurut ibu bayaran kerja bapak tidak banyak. Kalau bapak membelikan semua permintaanku aku tidak akan bisa sekolah lagi. ‘Mengapa tanyaku ?’ Ibu bilang karena uang untuk membayar sekolahku sudah habis untuk membeli sepatu baru, tas baru, pensil warna, boneka, dan buku gambar. Menurut Ibu kita harus hemat dalam menggunakan uang. Kalau tas dan sepatu lama masih bisa dipakai untuk apa beli sepatu baru ? Aku diam saja mendengar penjelasan ibu. Setelah itu aku masuk kamar. Kubuka bungkusan yang tadi diberikan bapak. Ternyata sebuah buku cerita. Aku membacanya sampai tertidur.
Pagi harinya aku berangkat sekolah. Tidak memakai sepatu baru dan tas baru seperti yang kubayangkan kemarin siang. Waktu istirahat aku menemui Ani. Aku minta maaf karena bapak tidak membelikanku pensil warna. Ani hanya tersenyum. Dia bilang ‘Nanti siang kita tetap menggambar. Aku akan menunjukkan sebuah rahasia.’
‘Rahasia apa ?’ tanyaku penasaran.
‘Pokoknya nanti siang datang saja ke rumahku. Ok ?!’
Sepulang sekolah dan makan siang aku langsung berlari ke rumah Ani. Aku ingin segera mengetahui rahasia yang dijanjikan Ani. ‘Sekarang aku punya pewarna.’ kata ani sambil membuka sebuah kotak. Di dalam kotak itu tidak ada pensil warna. Isinya daun-daun dan kuncit dan… ya seperti kotak tempat ibu menyimpan bumbu masak. ‘Inilah rahasia yang tadi pagi aku katakan. Ani mengambil daun jati muda lalu mewarnai gambar mawarnya. Lalu Ani menjelaskan rahasianya. Daun jati muda bisa digunakan untuk pewarna merah. Kunyit bisa digunakan untuk pewarna kuning. Daun Klere sede bisa digunakan untuk pewarna hijau. ‘Asyik sekali’ kataku dalam hati. Aku mencoba mewarnai gambar kucingku.
‘Eh Siti. Bapakmu bawa oleh-oleh apa ?’ tanya Ani. kuambil tasku lalu kukeluarkan sebuah buku cerita. ‘Bapak hanya membelikan buku bekas ini tapi aku senang sekali. Ceritanya bagus.’
sebuah cerita anak oleh Faiq Aminuddin
Bel tanda pulang berbunyi. Sesaat kemudian kami berdoa bersama. Pak guru mengucapkan salam. Kami menjawabnya lalu segera berlari keluar kelas. Aku senang waktu pulang sekolah. Jam-jam pelajaran sangat membosankan. Sebelum pulang aku dan Ani bicara sebentar. Nanti siang kami mau menggambar bersama. Tempatnya di rumahku.
Aku segera pulang. Berlari menuju rumah. Rumahku agak jauh dari sekolah. Aku lapar sekali. Aku ingin segera sampai di rumah. Aku ingin segera makan siang. Samapi di rumah nafasku ngos-ngosan. Aku heran. ‘Kok sepi ?’ tanyaku dalam hati. Aku berteriak memanggil ibu. Tidak ada sahutan. Kutengok ke dalam kamar. Tidak ada. Kupanggil lagi dengan suara keras. Tidak ada jawaban. aku berlari ke dapur. Dapur kosong. Hanya ada si Belang. Aku jongkok dan bertanya pada kucing itu ‘Ibu dan adik kemana ?’ si Belang hanya menggosok-gosokkan tubuhnya ke tanganku. Dia hanya bilang Meong..meong…
Aku kembali ke ruang tengah. Aku ingin minum. Ya, aku haus sekali karena tadi berlari-lari padahal sinar matahari panas sekali. Ketika mau menuang air ke gelas aku melihat selembar kertas. Oh ini tulisan ibu. ‘Untuk Siti. Siti sayang… maaf Ibu dan Adik pergi menjemput bapak. Sekalian belanja. Makan siangmu di Almari. Jangan lupa beri makan kucingmu.’ begitu bunyi tulisan di kertas buram itu. Ya lima hari yang lalu kami menerima surat dari Bapak. Sudah lima bulan Bapak meninggalkan kami di desa. Bapak kerja di Jakarta. Dalam suratnya Bapak bilang hari ini akan pulang. Mungkin sore nanti Bapak sampai di terminal kecamatan. Desa kami tidak begitu jauh dari kecamatan. Tidak ada angkutan dari desaku ke kecamatan. Biasanya orang-orang jalan kaki lewat sawah lalu menyeberang sungai. Ya… paling lama satu jam sudah sampai.
Betapa senangnya hatiku karena sebentar lagi bapak datang. Dulu waktu bapak berangkat aku sudah pesan sama bapak. ‘Besok kalau Bapak pulang jangan lupa beli oleh-oleh.’ begitu kataku saat itu. Aku minta dibelikan boneka, tas, sepatu, buku gambar dan pensil warna. Mudah-mudahan bapak tidak lupa. Ya, nanti sore bapak datang dengan membawa tas besar. Aku akan segera membukanya. Aku ingin segera menimang boneka baru yang lucu. Besok aku akan berangkat sekolah dengan sepatu dan tas baru. Dan siangnya aku bisa menggambar bersama Ani dengan pensil warna. Aduh…betapa senangnya hati ini.
“Siti…” suara itu mengejutkanku. Oh Ani sudah datang. Aku terlalu gembira sampai lupa makan siang. Ani kupersilahkan masuk. Ani kutinggal sebentar. Aku mau makan dulu.Ketika sedang makan Ani memanggilku. Dia mau pinjam peraut pensil. Aku segera berlari. Kuambilakan peraut pensil dari tas, kuberikan pada Ani lalu kembali. Aku mau meneruskan makan. ‘Eh… kemana ikanku ?’ tanyaku dalam hati. Ikan yang tadi kubuat lauk sekarang tidak ada. Di piring hanya tinggal nasi putih.
Oo.. aku tahu sekarang. Ikanku diambil si Belang. Lihat itu si Belang sedang makan ikan di bawah meja. Oh ya aku tadi lupa tidak memberinya makan. Ya sudah. Kuambil krupuk dan kulanjutkan makan. Setelah makan aku menggambar bersama Ani. Ani menggambar bunga mawar. Aku menggambar si Belang sedang makan ikan. Aku bilang nanti sore bapakku akan pulang dari jakarta. ‘Aku akan dibelikan pensil warna. Besok kita warnai gambar ini. Ok ?!’ Ani menjawab ‘Baiklah. tapi besok menggambarnya di rumahku kan ?!’
Ketika hari hampir malam bapak datang. Adik digendong bapak. Ibu meneteng tas. Ternyata bapak tidak membaw tas yang besar. Aku segera menyambutnya. Aku jabat tangan bapak lalu kucium. Bapak mengusap-ngusap rambutku dan mencubit pipiku. ‘Tambah manis saja anak bapak ini.’ Aku tersenyum.
Setelah masuk rumah aku segera bertanya ‘Mana oleh-olehnya ?’ Bapak diam saja. Aku segera membuka tas yang tadi di bawa ibu. Tidak ada boneka, tidak ada tas, tidak ada sepatu, tidak ada pensil warna…. Aku sebel sekali. ‘Mana pesananku ?’ Bapak tidak menjawab. ‘Bapak jahat. Mengapa bapak lupa ? Siti kan pesan sepatu. tas, pensil warna, boneka dan buku gambar…. hua huaa… Bapak nakal’ Aku menangis. Bapak mengangkat tubuhku lalu didudukkan di atas kursi. Bapak mengambil sebuah bungkusan kecil dari dalam tas.
‘Bapak tidak bisa membelikan semua pesananmu. Bapak hanya bisa membelikan ini. Inipun bukan barang baru. Bapak membelinya di pasar loak. Semoga ini bisa menyenangkan hatimu.’ Bapak menyodorkan bungkusan itu kepadaku. Aku tidak tahu apa isinya. Kuterima bungkusan kecil itu. ‘Pasar loak itu pasar apa ?’ tanyaku. Kata Bapak pasar loak adalah pasar yang menjual barang-barang bekas.
Ketika Bapak mandi aku bertanya pada ibu ‘Mengapa bapak tidak membelikanku sepatu, tas, pensil warna, boneka, dan buku gambar ?’ Menurut ibu bayaran kerja bapak tidak banyak. Kalau bapak membelikan semua permintaanku aku tidak akan bisa sekolah lagi. ‘Mengapa tanyaku ?’ Ibu bilang karena uang untuk membayar sekolahku sudah habis untuk membeli sepatu baru, tas baru, pensil warna, boneka, dan buku gambar. Menurut Ibu kita harus hemat dalam menggunakan uang. Kalau tas dan sepatu lama masih bisa dipakai untuk apa beli sepatu baru ? Aku diam saja mendengar penjelasan ibu. Setelah itu aku masuk kamar. Kubuka bungkusan yang tadi diberikan bapak. Ternyata sebuah buku cerita. Aku membacanya sampai tertidur.
Pagi harinya aku berangkat sekolah. Tidak memakai sepatu baru dan tas baru seperti yang kubayangkan kemarin siang. Waktu istirahat aku menemui Ani. Aku minta maaf karena bapak tidak membelikanku pensil warna. Ani hanya tersenyum. Dia bilang ‘Nanti siang kita tetap menggambar. Aku akan menunjukkan sebuah rahasia.’
‘Rahasia apa ?’ tanyaku penasaran.
‘Pokoknya nanti siang datang saja ke rumahku. Ok ?!’
Sepulang sekolah dan makan siang aku langsung berlari ke rumah Ani. Aku ingin segera mengetahui rahasia yang dijanjikan Ani. ‘Sekarang aku punya pewarna.’ kata ani sambil membuka sebuah kotak. Di dalam kotak itu tidak ada pensil warna. Isinya daun-daun dan kuncit dan… ya seperti kotak tempat ibu menyimpan bumbu masak. ‘Inilah rahasia yang tadi pagi aku katakan. Ani mengambil daun jati muda lalu mewarnai gambar mawarnya. Lalu Ani menjelaskan rahasianya. Daun jati muda bisa digunakan untuk pewarna merah. Kunyit bisa digunakan untuk pewarna kuning. Daun Klere sede bisa digunakan untuk pewarna hijau. ‘Asyik sekali’ kataku dalam hati. Aku mencoba mewarnai gambar kucingku.
‘Eh Siti. Bapakmu bawa oleh-oleh apa ?’ tanya Ani. kuambil tasku lalu kukeluarkan sebuah buku cerita. ‘Bapak hanya membelikan buku bekas ini tapi aku senang sekali. Ceritanya bagus.’