<$BlogRSDUrl$>

Wednesday, August 25, 2004

Mengembalikan Tanduk Ayam Jago
Oleh Faiq Aminuddin


Hari itu anak kambing senang sekali. Dia gembira karena di kepalanya mulai tumbuh sepasang tanduk. Akan tetapi, kegembiraan itu berubah menjadi kesedihan menurut ibunya, tanduk itu bukan miliknya.
“Tanduk itu hanya pinjaman,” kata ibunya.
“Pinjaman?! Bukankah tanduk ini tumbuh dari dalam kepalaku?”
“Pada jaman dahulu, desa kita diserang oleh sekelompok singa yang jahat. Tidak ada kambing yang berani melawan singa. Singa itu semakin semena-mena. Saat itu kita tidak punya senjata. Kita tidak punya tanduk.”
“Bapak juga tidak punya tanduk?”
“Waktu itu Ibu dan bapakmu belum lahir. Ibu hanya mendengar ceritanya. Menurut cerita, saat itu tidak ada kambing yang punya tanduk. Akhirnya ada yang usul untuk meminjam tanduk pada ayam jago. Dengan senjata tanduk itu kita berhasil melawan dan mengusir singa yang jahat itu. Hingga sekarang desa kita aman sentosa. Kita harus berterimakasih.”
“Mengapa tanduknya tidak dikembalikan pada ayam jago? Perangnya kan sudah selesai, Bu?”
“Menurut cerita, kita masih khawatir kalau sewaktu-waktu singa jahat menyerang lagi. Makanya, kita tidak mengembalikan tanduk pinjaman itu. Setiap pagi kau tentu mendengar ayam jago berkokok; Kukuruyuuuk… Itu artinya endi sunguku (mana tandukuku). Kita hanya bisa menjawab; Mbek. Itu artinya mben (besok ya..).”
Anak kambing itu sedih sekali. Dia senang sekali punya tanduk di kepala. Tapi ternyata tanduk itu bukan miliknya. Menurutnya barang pinjaman harus dikembalikan. Dia bertekad akan mengembalikan tanduk yang ada di kepalanya kepada ayam jago.
Suatu pagi anak kambing itu berjalan menuju desa Jago. Ketika sampai di pintu gerbang, dia disambut oleh kepala kampung Jago. Kepala kampung itu berkokok keras sekali.
“Kukuruyuk…”
Anak kambing itu mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum ramah. Dia segera berjalan menghampiri ayam jago itu. “Aku datang ke sini memang mau mengembalikan tanduk ini.”
Ayom jago senang sekali. Dia segera membantu melepas tanduk dari kepala anak kambing lalu memasang di kepalanya.
“Aduh… berat sekali. Tolong lepas saja. Aku takut leherku patah. Kalau begini, lebih baik tanduk ini kuberikan kepadamu saja. Lagian aku sudah punya banyak senjata. Mulut dan kuku kakiku tajam. Selain itu aku juga punya senjata yang hebat.” Ayam jago mengangkat kakinya. Dia meperlihatkan jalunya yang tajam itu kepada anak kambing.
“Jadi, tanduk ini sekarang jadi milikku?”
Ayam jago mengangguk. “Ya. Dan tolong kabarkan kepala para kambing di desamu bahwa tanduk yang ada di kepala mereka mulai sekarang sudah menjadi milik mereka.”
“Terimakasih.’
Blimbingsari, 22 Agustus 2004

This page is powered by Blogger. Isn't yours?