<$BlogRSDUrl$>

Wednesday, August 25, 2004

Tetap tidak jawaban dari Alie. Padahal aku sudah memanggilnya beberapa kali. Tentu saja aku tidak perlu berteriak. Mungkin dia sedang asyik di depan komputer. Game baru yang tadi pagi ku install tentu sangat dia sukai. Aku tahu dia suka game yang perang-perangan dengan berbagai lawan yang harus dikalahkan. Aku banga punya anak seperti dia. Semangatnya untuk menang sangat besar. Tidak pernah mau kalah. Apapun akan dia lakuakan untuk mencapai kemenangan. Tapi kadang memang agak merepotkan juga. Karena semua kemauannya harus dituruti. Mungkin karena dia masih kecil. Seperti dugaanku di masih duduk manis di depan komputer.
Sampai-sampai tidak tahu kalau Papanya yang penyayang ini sudah datang dan berdidri di belakang kursinya. Tapi aku yakin begitu aku sodorkan mainan baru ini di mejanya dia akan berteriak gembira, wah sudah lama aku ingin punya pistol. Ya, tadi aku sempatkan mampir di toko mainan. Aku belikan dia pistol-pitolan yang mrip sekali dengan pistol betulan.
Wah. Gawat. Mengapa dia tetap diam saja. Kupegang pundaknya.
‘Alie, sayang. Papa sudah pulang. Apakah Alie marah sama papa? Nih Papabelikan pistol untukmu.’
Aduh… tolong….. ada apa dengan anakku?
Alie, kau kenapa, Nak? Mengapa tubuhmu tadi patung batu? Oh pundakmu jatuh…. Tanganmu patah,…
Lelaki berdasi itu terus berteriak-teriak. Bajunya yang utih bersih kini dikotori debu. Debu dari patung batu yang rapuh. Hancur jadi debu karena dia telah memeluknya.
Dan komputer itu tidak tahu apa yang terjadi dengan dua manusia yang ada di depannya. Speakernya masih menyanyikan lagu riang berirama cepat. Lagu peperangan.


This page is powered by Blogger. Isn't yours?