<$BlogRSDUrl$>

Wednesday, December 08, 2004

Membelah Bola 

Membelah Bola
Ceita anak oleh Faiq Aminuddin

Apa yang kau rasakan bila tiba-tiba kau menemukan uang sepuluh ribu di jalan? Kau pasti senang sekali.

Kemarin siang aku menemukan barang yang lebih berharga. Aku sangat senang walaupun yang kutemukan bukan uang sepuluh ribu. Siang itu aku jalan-jalan bersama temanku. Kami hanya berdua. Di suatu jalan kulihat sebuah bola. Temanku kuberitahu kalau ada bola tergeletak di bawah semak-semak. Setelah tengak-tengok ke kanan kiri, dia segera mengambil bola itu. Tidak ada orang yang melihat kami mendapat bola di tepi jalan ini. Sebuah bola kasti yang maih baru. Aku senang sekali. Sudah lama sekali aku ingin punya bola kasti. Aku sudah minta pada ibu. Tapi ibu belum juga membelikannya.

“Ayo sepak bola,” ajak temanku.
Kami segera berlari ke lapangan di tepi sungai. Main sepak bola dengan bola kasti ternyata asyik juga. Tapi agak susah menyepaknya. Bahkan kadang kakiku malah membentur tanah hingga sakit sedangkan bolanya tetap diam tak bergerak.

Hari makin panas. Aku sudah capek dan lapar. Aku mau istirahat. Sebenarnya tadi kami sepakat bertanding untuk merebutkan bola itu. Siapa yang menang, dialah yang akan mendapat bola temuan itu. Tadi aku yakin aku pasti menang. Tapi ternyata aku tidak bisa memasukkan bola ke gawangnya. Mungkin karena gawangnya terlalu sempit. Ya, kubuat gawang itu hanya selebar tiga jengkal. Sedangkan temanku ini tidak kuat berlari. Dia tidak pernah menyerang. Dia hanya menjaga gawangnya terus. Jadi, tidak ada yang menang.

Kuambil bola itu dan kuajak temanku pulang. Ketika aku mau masuk rumah dia meminta bola itu. Aku tidak mau. Menurutku bola ini milikku karena aku yang melihat pertama kali. Tapi dia tidak terima. Katanya bola itu milik dia karena dia yang mengambil bola itu. Tapi dia mengambil bola itu kan karena kuberitahu. Coba kalau tidak aku beritahu. Dia tetap ngotot. Dia merebut bola itu.

“Kalau begitu, kita bagi saja bola ini,” usulku.
Dia mengangguk.
Aku berlari ke dalam rumah. Kuambil pisau.

Aku ingat kejadian kemarin. Kemarin, ada tetangga yang mengirim sekotak makanan. Isinya macam-macam. Ada nasi dan lauk pauk. Ada kue dan buah apel tapi hanya satu. Aku mau apel itu tapi adik sudah mengambilnya. Aku merebutnya. Adik menangis. Lalu bapak membelah apel itu menjadi dua. Separoh untukku. Separoh lagi untuk adik. “Jadi, nggak perlu rebutan kan?!” Kata bapak sambil mencubit pipiku.

Kubelah bola kasti itu dengan pisau. Ya, kubelah dengan pisau seperti membelah buah apel. Yang separoh nanti buat aku dan separoh yang lain untuk temanku.

“Adil kan?!” tanyaku dalam hati.

Tapi pisau tidak mempan. Bola kasti itu keras dan alot. Sampai tanganku capek, bola itu masih utuh. Belum belah sedikitpun. Sekarang ganti temanku yang mencoba membelahnya. Dia juga tidak bisa membelah bola itu. Sekarang aku tahu. Bola itu harus dibelah seperti orang membelah kayu. Biasanya orang membelah kayu dengan kapak. Kapak itu diangkat tinggi-tinggi lalu diayukan dengan cepat.

Kuangkat pisau tinggi-tinggi.
“Satu, dua, ti…ga,” kuberi aba-aba sendiri.
Dengan sekuat tenaga kuayunkan pisau itu ke atas bola itu sambil berteriak “Hiaaat!!”
Crash!!!
“Aduuhhh!” Tanganku sakit sekali.

Ternyata pisau itu mental dan terlepas dari tangan. Pisau terlempar. Aku tidak tahu bagaimana geraknya. Tiba-tiba pisau itu sudah menancap di lenganku. Darah keluar banyak sekali. Lenganku jadi merah semua.

“Aduuhhh. Hua hua… aduuuuh…”

Untung ibu segera datang. Darah dan lukaku dibersihkan. Ibu mengajakku ke belakang rumah. Di sana lukaku ditetesi getah pohon yodium.

“Aduuuh periiiih!” Temanku ikut meringis melihatku kesakitan. Kata ibu lukaku mungkin perlu dijahit oleh dokter. Jadi, aku diajak ke puskesmas.

Sebelum berangkat aku minta ibu membelahkan bola kasti itu.
“Lho ini bola siapa?” Tanya ibu.
Kuceritakan bahwa tadi aku menemukan bola itu di tepi jalan lalu temanku itu mengambilnya lalu kami rebutan bola itu.

“Dari pada rebutan, kan lebih baik dibelah. Ya kan, Bu?!” tanyaku.
Ibu menggeleng.
“Sebaiknya kalian mencari siapa yang punya. Kembalikan bola ini padanya. Kalau bolamu hilang tentu kau akan sedih. Yang kehilangan bola ini mungkin sedang mencari-carinya. Kita tidak boleh mengambil dan memiliki barang orang lain walaupun tergeletak di tepi jalan.

Ayo kita ke Puskesmas. Nanti keburu tutup.” []

Labels:


This page is powered by Blogger. Isn't yours?