Wednesday, December 08, 2004
Porong yang Terkejut
Porong yang Terkejut
Cerita Anak oleh Faiq Aminuddin
Apakah kau percaya percikan air bisa memecahkan kaca? Malam itu, bapakku bilang porong teplok itu pecah karena kena percikan air. Porong kan terbuat dari kaca. Masa bisa pecah hanya gara-gara percikan air? Menurutku porong itu pecah karena dipukul hantu.
Waktu itu di desaku belum ada PLN. Seperti biasanya, sore itu aku menyiapkan lampu teplok. Aku harus membersihkan porongnya dan mengisi minyak tanahnya. Porong kuelap dengan kain sehingga terlihat bening lagi. Tidak ada hangus hitamnya lagi. Porong yang sudah bersih kuletakkan di atas meja. Aku mau membersihkan porong yang lain. Tiba-tiba porong itu menggelinding ke pinggir meja dan jatuh ke lantai. Prang!!!
Untung saja. Ibu tidak marah. Kata ibu “Hati-hati. Belingnya disapu dulu. Bahaya kalau kena kaki.” Setelah menyapu membersihkan pecahan porong yang berserakan di lantai, ibu menyuruhku membeli porong baru. Aku ke warung dengan sepeda. Kukayuh sepeda dengan cepat. Sampai di rumah aku terkejut. Porong baru sudah retak. Dan waktu mau kupasang malah pecah. Ibu marah-marah. Kata bapak porong itu pecah karena terbentur stang sepeda. Ya, porong itu dimasukkan ke dalam kresek. Kresek itu kugantungkan di stang. Mungkin kresek itu bergoyang-goyang dan membentur-bentur pipa sepeda.
Biasanya, tiga teplok kusulut semua. Tapi malam itu hanya kusulut dua teplok karena teplok satu tidak ada porongya. Setelah makan malam ayah menyuruh kakak dan aku belajar. Biasanya aku belajar di mejaku, pakai satu teplok sendiri. Kakak juga begitu. Sedangkan ibu dan bapak membaca buku di meja makan, hanya memakai satu teplok. Tapi malam ini aku harus belajar di meja makan. Dua teplok diletakkan di tengah meja. Kami duduk mengelilingi meja. Kakak selalu menggerutu dan menyalahkan aku. Sebel. Kan aku tidak sengaja memecahkan porong itu.
Sebenarnya aku sudah lama ingin kecing tapi aku tahan. Kalau aku kencing, kakak pasti menggerutu karena teploknya kubawa ke belakang. Tapi lama-lama aku tidak kuat menahan. Celanaku sudah basah sedikit. Maka segera kuambil salah satu teplok. Kakak membentakku. Aku segera berlari ke belakang hingga teplok itu hampir mati. Teplok kuletakkan di atas padasan. Setelah kencing aku cuci muka. Biar tidak ngantuk.PR-ku belum selesai.
Kratak!
Ada suara aneh. Entah suara apa. Cepat-cepat aku kututup padasan dan segera kuambil teplok. Tapi…
Prang!
Porongnya pecah, hingga tinggal separoh. Aku tidak tahu mengapa porong itu tiba-tiba pecah. Jangan-jangan ada hantu yang menggangguku…. Aku takut sekali. Aku berteriak “Aaaaa.. Tolooooong!” Bapak datang. Aku dituntun dan didudukan di kursiku. Ibu bertanya “Kenapa, Nak?” Kakak bertanya pada bapak “Adik kenapa, Pak.” Bapak mengambil menuang air di gelas. Ibu menyodorkan gelas itu padaku. “Ayo minum dulu, biar tenang.”
Ya. Setelah minum aku gak tenang. Dadaku terasa lebih lega. “Kamu kenapa, Nak? Bapak dan ibu bertanya bersamaan. “Ada hantu, Bu,” jawabku. “Kamu melihatnya?” Aku menggeleng lalu kuceritakan kejadiaannya. Tapi bapak malah tertawa dan berkata “Kamu ini ada-ada saja. Ha ha ha. Masa anak bapak kok penakut. Eh di rumah ini tidak ada hantu…” Aku menyela “tapi hantu itu memecah porong…” Tapi kata bapak porong itu pecah karena kena air yang nyiprat-nyiprat saat aku cuci muka. Benarkah?
Pagi harinya aku masih penasaran kejadian malam itu. Aku masih belum percaya. Masa porong bisa pecah karena percikan air. Padahal airnya dingin. Kalau disiram air panas, mungkin aku bisa percaya. Mengapa? Karena dulu aku pernah melihat sendiri. Waktu itu aku mau membuat susu. Air ditremos sudah habis. Tapi kebetulan ibu sedang merebus air. Kuambil air yang sudah mendidih itu dengan gayung lalu kutuang ke dalam gelas. Tiba-tiba gelas itu pecah. Air tumpah. Lantai dapur jadi basah. Mungkin saja porong akan pecah kalau disiram air panas seperti itu.
Siang itu aku mau membuktikan sendiri. Kuambil porong dan kubawa ke belakang. Kusiram porong itu dengan air padasan. Horeee!! Dugaanku benar. Porong itu tidak pecah. Tiba-tiba ibu datang. “Lho, sedang ada kamu?” Aku agak terkejut. “Bapak bohong,” kataku. Wajah ibu mengkerut, “Bohong? Bohong apa?”
Wah payah. Ibu tidak tahu maksudku. Maka kutunjukkan porong itu pada ibu. Kuangkat tingi-tinggi porong yang masih basah itu. “Tadi malam bapak bilang porong itu pecah karena percikan air. Tapi nyatanya porong ini kusiram dengan air saja tidak pecah. Jadi, bapak bohong, Bu.” Aku senang karena ibu tersenyum dan mengangguk. Tapi porong yang kupegang itu lepas dari tanganku, jatuh. Prang ! Porong pecah. Jadi, sudah tiga porong aku pecahkan.
Untung ibu tidak marah. Kata ibu, tadi malam, porong pecah itu karena terkejut. Porong itu pasti panas karena teploknya menyala. Dia terkejut bila kena air dingin. “Ya. Seperti gelas yang terkejut karena tiba-tiba diisi dengan air yang panas sekali,” kata ibu sambil menemaniku membersihkan pecahan-pecahan porong. “Tapi kalau orang terkejut kok tidak pecah, Bu?” Ibu tersenyum. “Kamu ini ada-ada saja. Tapi ada juga orang yang meninggal karena terkejut. Yaitu orang yang punya penyakit jantungan.”
Labels: Cerita Anak